Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
Syaikh Al-'Utsaimin berkata : "Gerakan(tambahan) dalam sholat
yang bukan termasuk dari jenis gerakan sholat terbagi menjadi lima macam
:
1. Gerakan yang wajib
2. Gerakan yang mustahab
3. Gerakan yang haram
4. Gerakan yang makruh
5. Gerakan yang boleh
1.
Gerakan menjadi wajib jika perbuatan wajib (dalam sholat) atau menjauhi
perbuatan haram (dalam sholat) bergantung pada gerakan tersebut.
Contohnya
permasalahan yang sedang kita hadapi ini, yaitu misalnya jika seseorang
tidak tahu arah kiblat kemudian diapun berijtihad untuk menentukan arah
kiblat, setelah itupun dia melaksanakan sholat tidak menghadap arah
kiblat. Lalu dikabarkan kepadanya bahwa posisi kiblat berada disebelah
kanannya, maka saat itu wajib baginya untuk bergerak (mengahadap kearah
kanan) agar menghadap kiblat. Oleh karenanya tatkala ada seseorang yang
datang ke penduduk Quba dan mereka sedang sholat menghadap Baitul Maqdis
lalu iapun mengabarkan kepada mereka bahwa kiblat telah berpindah ke
ka'bah, maka merekapun saat itu juga berubah posisi (bergerak berputar
180 derajat-pent) dan mereka meneruskan sholat mereka.
Misalnya
juga jika seseorang sendirian di belakang shaf, lantas ia melihat ada
sela kosong di shaf dihadapannya, maka di sini wajib baginya untuk
bergerak (maju) agar masuk dalam saf.
Demikian juga jika
tidak bisa menghindari perbuatan yang haram kecuali dengan gerakan
tersebut maka gerakan tersebut menjadi wajib.
Misalnya
seseorang sedang sholat lantas ia mendapati ada najis di gutrohnya
(penutup kepalanya), maka ketika itu wajib baginya bergerak untuk
melepaskan gutrohnya yang ada najisnya. Termasuk contoh tentang ini
adalah hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya Jibril
mendatangi Nabi tatakala Nabi sedang mengimami para sahabat lalu
mengabarkan kepada Nabi bahwasanya di kedua sendalnya ada kotoran
(najis), maka Nabipun melepas kedua sendalnya. Gerakan melepas sandal
ini hukumnya wajib.
2. Gerakan menjadi mustahab jika perbuatan mustahab (dalam sholat) bergantung pada gerakan tersebut.
Contohnya
ada tiga orang sholat berjam'ah, dua orang menjadi makmum, salah
satunya berdiri di sebelah kanan imam (sejajar) dan yang satunya lagi
berdiri di sebelah kiri imam. Maka dalam kondisi seperti ini sang imam
mendorong kedua makmum tersebut agar berdiri di belakang imam, maka
gerakan mendorong ini hukumnya sunnah, karena posisi imam berada di
depan dua orang makmum atau lebih hukumnya sunnah dan tidak wajib.
Atau tidak bisa menjauhi suatu perkara yang makruh kecuali dengan gerakan, maka gerakan tersebut juga mustahab.
Misalnya
seseorang sedang sholat dan dihadapannya ada sesuatu benda yang
mengganggu konsentrasinya seperti ukiran misalnya, maka dalam kondisi
seperti ini kita katakan disunnahkan bagi engkau untuk menyingkirkan
benda yang mengganggumu itu, karena dengan menyingkirkan benda tersebut
maka engkau akan bebas dari perkara yang makruh. Dan contoh yang lain
juga, jika seseorang merasa sangat gatal dan hal ini sangat
mengganggunya maka disunnahkan baginya untuk menggaruk agar meredam rasa
gatal tersebut, dan hal ini sering terjadi.
3. Gerakan menjadi haram jika banyak dan berturut-turut tanpa ada kondisi mendesak. Maka ada tiga persyaratan, banyak, berturut-turut, dan tidak dalam kondisi mendesak (untuk bergerak).
Banyak :
Sebagian ulama berpendapat bahwa gerakan dianggap banyak jika tiga
gerakan secara berturut-turut. Maka seseorang sedang sholat lantas
bergerak tiga kali berturut-turut tanpa ada kebutuhan mendesak maka ini
dianggap gerakan yang banyak dan membatalkan sholat.
Sebagian
ulama yang lain berkata, "Tidak boleh kita menentukan jumlah bilangan
tertentu, karena penentuan adalah perkara tauqifi yang butuh dalil. Akan
tetapi yang dimaksud dengan gerakan banyak adalah gerakan yang dianggap
oleh orang-orang sebagai gerakan yang banyak, dimana jika orang yang
sedang sholat dan banyak bergerak tersebut kalau dilihat maka sepertinya
dia tidak sedang sholat karena banyaknya gerakannya"
Berturut-turut :
yaitu yang satu mengikuti yang lain. Artinya jika gerakan yang banyak
tersebut dilakukan secara terpisah-pisah maka tidak membatalkan sholat.
Jika ia bergerak tiga kali pada raka'at yang pertama, kemudian bergerak
lagi tiga kali di rakaat kedua, kemudian bergerak tiga kali juga di
rakaat ketiga, dan bergerak juga tiga kali di rakaat keempat, maka jika
seandainya gerakan-gerakan ini digabung tentunya banyak gerakannya, akan
tetapi tatkala gerakan-gerakan tersebut terpisah-pisah maka jadi
sedikit jika ditinjau pada setiap rakaat masing-masing, dan hal ini
tidak membatalkan sholat.
Bukan karena kondisi yang mendesak (darurat) : Berbeda dengan orang yang banyak bergerak karena kondisi darurat.
Contohnya
ada seseorang yang kita lihat banyak bergerak dalam sholat. Sesekali
memperbaiki bajunya, sesekali membenarkan songkoknya, terkadang
mengeluarkan penanya dan menulis apa yang dia pikirkan, padahal dalam
sholat. Ini merupakan gerakan yang banyak dalam sholat tanpa ada kondisi
yang mendesak (untuk bergerak).
Berebeda jika seseorang
sedang sholat lantas ia mendengar suara keributan di belakangnya,
tiba-tiba ternyata ada binatang buas ingin menerkamnya lantas iapun lari
padahal ia dalam keadaan sedang sholat, maka ini merupakan gerakan yang
banyak, akan tetapi karena kondisi yang mendesak (darurat). Oleh
karenanya sholatnya tidak batal.
4. Gerakan yang makruh
Yaitu
gerakan yang sedikit yang dilakukan tanpa adanya keperluan dan juga
bukan karena kondisi mendesak. Sungguh terlalu banyak dilakukan oleh
orang-orang sekarang, sampai-sampai aku pernah melihat ada orang yang
sedang sholat lantas melihat jam tangannya, karena dia semangat untuk
disiplin waktunya, ia kawatir kalau waktu pelaksanaan sholatnya
berlebihan satu menit. Atau karena ia hanya melakukan gerakan sia-sia,
dan sepertinya inilah yang lebih Nampak, yaitu ia melihat jam tangannya
hanya karena melakukan gerakan sia-sia, karena engkau akan mendapati
orang ini membuang-buang waktunya tanpa ada ujung pangkalnya. Akan
tetapi syaitan memerintah manusia untuk bergerak tatkala sedang sholat.
5.
Gerakan yang boleh, yaitu gerakan sedikit yang dilakukan karena ada
kebutuhan atau gerakan yang banyak akan tetapi dilakukan karena kondisi
mendesak (darurat).
Ini semua (yaitu bentuk gerakan-gerakan di atas) adalah gerakan badan.
Tinggal kita membahas bentuk gerakan yang lain –yang mana hal tersebut merupakan intisari sholat-, yaitu gerakan hati.
Jika
hati mengarah menuju Allah, dan orang yang sholat merasa bahwa ia
sedang berada di hadapan Allah, merasa bahwa ia sedang berada di hadapan
Dzat yang mengetahui apa yang dibisikan oleh jiwanya, dan ia memiliki
keinginan yang kuat untuk bertaqorrub kepada Allah, dan ia juga memiliki
rasa khouf (takut) kepada Allah, maka hatinya akan konsentrasi dan
khusyu' kepada Allah, dan ini merupakan kondisi yang paling sempurna.
Akan tetapi jika kondisinya tidak seperti ini maka hatinya akan terbang
ke mana-mana, hati agan berjalan dengan gerakan yang merusak sholat.
Dalam sebuah hadits sabda Nabi
إِنَّ الرَّجُلَ يَنْصَرِفُ
مِنْ صَلاَتِهِ مَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ نِصْفُهَا أَوْ رُبُعُهَا أَوْ
عُشُرُهَا أَوْ أَقَلُّ مِنْ ذَلِكَ
"Sesungguhnya seseorang
selesai melaksanakan sholatnya dan tidaklah dicatat (pahala) baginya
kecuali hanya setengah (pahalanya) atau seper empatnya atau seper
sepuluhnya atau lebih sedikit daripada itu"
Oleh karenanya
gerakan hati itu merusak sholat. Akan tetapi apakah merusak keabsahan
(sahnya) sholat?, artinya jika seseorang terlalu banyak was-was
pikirannya dalam sholat apakah sholatnya batal?
Jawabannya
adalah tidak batal. Karena merupakan kenikmatan yang Allah anugrahkan
kepada kita adalah –alhamdulillah- bahwasanya apa yang dibisikan oleh
jiwa kita tidak akan dihukum oleh Allah. Nabi shallallahu 'alihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ
"Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang dibisiki oleh hati-hati mereka selama belum diucapkan atau diamalkan"
Maka bisikan-bisikan hati tidaklah membatalkan sholat, akan tetapi mengurangi pahala sholat dan merusak kesempurnaan sholat" (Lihat Majmuu' fataawaa wa rosaail Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimiin 12/427-429 dan As-Syarhul Mumti' 3/256-260)
Para
ulama telah bersepakat bahwasanya gerakan yang banyak dalam sholat itu
membatalkan sholat, hanya saja mereka berselisih pendapat tentang
batasan kapan suatu gerakan dikatakan banyak?, sebagaimana telah
diisyaratkan oleh Syaikh Al-'Utsaimiin dalam penjelasan di atas. Dan
yang dikuatkan oleh beliau –rahimahullah- adalah bahwasanya penentuan
batasan banyak tidaknya suatu gerakan itu kembali kepada adat. Beliau
berkata :
"Jika ada seseorang yang berkata, "Kenapa kita kembali kepada adat dalam perkara ibadah?",
Maka
jawabannya adalah, "Iya, kita kembali kepada adat", karena syari'at
tidak menentukan batasan tersebut. Syari'at tidak pernah berkata
–misalnya-, "Barangsiapa yang bergerak tiga kali dalam sholat maka
sholatnya batal", syari'at juga tidak pernah berkata, "Barangsiapa yang
bergerak empat kali dalam sholat maka sholatnya batal". Jika demikian
perkaranya maka kita kembali kepada 'urf. Jika orang-orang berkata, "Ini
merupakan gerakan yang meniadakan sholat –yaitu jika ada seseorang
melihat orang yang banyak bergerak dalam sholatnya ini maka akan berkata
"orang ini tidak sholat'- maka tatkala itu gerakan tersebut dinilai
banyak. Adapun jika orang-orang berkata, "Ini gerakan sedikit" maka
gerakan tersebut tidak membatalkan sholat.
Kita ambil beberapa contoh permisalan :
Jika
seseorang sholat sambil membawa anak kecil dengan memegang anak kecil
tersebut (menggendong misalnya-pent) agar tidak berteriak menangis
sehingga tidak mengganggu (orang-orang yang sedang sholat). Orang inipun
sholat dan menggendong anak kecil tersebut, dan jika ia ruku' maka ia
meletakkan anak kecil tersebut, dan jika sujud ia meletakkannya, dan
jika ia berdiri maka ia menggendongnya. Maka ada beberapa gerakan yang
dilakukan oleh orang ini, gerakan menggendong, mengangkatnya (untuk
digendong), dan gerakan menurunkannya. Bisa jadi kita katakan ; ia telah
bersusah payah mengangkat anak tersebut, karena jika sang anak bertubuh
besar maka akan memberatkanya. Semua gerakan ini kita anggap gerakan
yang sedikit karena gerakan yang seperti ini pernah dilakukan oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. (yaitu Nabi pernah menggendong Umaamah
binti Zainab lihat HR Muslim no 543 )
Contoh yang lain :
Seseorang sedang sholat lantas ada orang yang mengetuk pintu, dan pintu
jaraknya dekat, lalu iapun bergerak maju (untuk membukakan pintu) sambil
tetap menghadap kiblat, atau ia mundur ke belakang (untuk membuka
pintu) namun ia masih tetap menghadap kiblat, atau ia bergerak
(bergeser) ke kanan dengan tetap menghadap kiblat, atau bergeser ke kiri
dengan tetap menghadap kiblat kemudian membuka pintu. Jika jarak pintu
dekat maka semua gearkan ini adalah dianggap sedikit, karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membukakan pintu untuk Aisyah
radhiallahu 'anhaa. (HR Ahmad dalam musnadnya 6/234, Abu Dawud dalam
sunannya no 922, An-Nasaai 3/11, dan At-Thirmidzi di sunannya no 601.
Nabi –shallallau 'alaihi wa sallam- juga pernah maju dan mundur tatkala
sholat gerhana, beliau maju karena dinampakkan surga kepadanya dan
beliau mundur tatkala dinampakkan neraka kepadanya (HR Al-Bukhari no 690
dan Muslim no 474). Demikian juga tatkala Nabi dibuatkan mimbar maka
Nabipun sholat di atas mimbar, beliau naik ke atas mimbar tatkala
berdiri dan ruku' dan beliau turun ke tanah tatkala sujud, hal itu
beliau lakukan agar para sahabat bisa mencontohi sholat beliau (HR
Al-Bukhari no 917 dan Muslim no 544))
Contoh lain :
Seseorang sedang naik hewan tunggangannya (onta misalnya –pent) dan ia
dalam keadaan sholat sambil memegang tali kekang hewan tunggangannya
dengan tangannya. Ternyata hewan tunggangannya bergerak-gerak melawan
(tidak mau ditarik tali kekangnya-pent). Jika hewan tunggangannya
demikian maka ia harus bergerak, kalau tidak menarik tali kekangnya atau
ia biarkan dirinya mengikuti hewan tunggangannya. Garakan seperti ini
dianggap sedikit karena para sahabat –radhiallahu 'anhum- melakukan hal
ini, sebagaimana dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiallahu 'anhu,
bahwasanya beliau sholat di atas hewan tunggangannya sambil memegang
tali kekangnya. Hewan tunggangannyapun agak meronta-ronta dan Abu
Barzahpun mengikuti arah hewan tunggangannya. Ternyata ada seseorang
dari Khowaarij berkata, "Yaa Allah berikanlah keburukan terhadap syaikh
ini (yaitu Abu barzah)". Tatkala Abu Barzah selesai sholat maka iapun
berkata, "Aku mendengar perkataan (doa) kalian, dan sesungguhnya aku
telah ikut perang bersama Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam-
sebanyak enam atau tujuh kali atau delapan kali. Aku juga melihat
keringanan dan kemudahan dari beliau. Sesungguhnya aku pulang bersama
hewan tungganganku lebih aku sukai daripada aku meninggalkannya kembali
ke tempat istirahatnya sehingga akan memberatkan aku". (HR Al-Bukhari no
1211)
Yaitu Abu Barzah merasa berat jika pulang ke keluarganya dengan tidak naik hewan tunggangannya karena jarak yang jauh.
Contoh
lain : Seseorang sedang sholat lantas timbul rasa gatal yang
mengganggunya. Jika ia membiarkan gatal tersebut maka ia akan diam
(tidak bergerak) akan tetapi hatinya sibuk terganggu dengan ras gatal
tersebut. Jika ia bergerak dan menggaruk di tempat rasa gatal tersebut
maka akan meredam rasa gatalnya dan dia akan lebih konsentrasi dalam
sholatnya. Maka yang lebih utama adalah ia menggaruk dan konsentrasi
dalam sholatnya, karena ini adalah gerakan yang sedikit, dan ada
kemaslahatannya untuk sholat.
Contoh lain : Seseorang
sholat sambil membawa pena, dan sebelum sholat ada hapalannya yang ia
lupa. Tatkala sholat ia ingat kembali hapalannya yang lupa tadi padahal
ujian sebentar lagi, dan hapalan yang ia lupakan tadi ada sekita 5
baris. Maka iapun mengeluarkan secarik kertas lantas menulis hapalannya
tadi di kertas tersebut padahal ia sedang sholat, karena ia kawatir jika
ia tidak segera menulisnya maka setelah sholat ia akan lupa kembali
hapalannya tersebut. Gerakan seperti ini dianggap banyak dan membatalkan
sholat. Namun jika seandainya yang akan ditulisnya hanyalah satu atau
dua kata saja maka merupakan gerakan yang sedikit. Jika ia
membutuhkannya maka tidak mengapa, karena terkadang seseorang mengalami
kondisi yang darurat (mendesak) yang harus baginya untuk mengingatnya.
Dan jika seseorang memulai sholatnya maka syaitan menggodanya dan
berkata, "Ingatlah ini, ingatlah itu…" yaitu perkara-perkara yang
dilupakan oleh orang yang sholat diingatkan oleh syaitan sehingga
diingat kembali oleh orang yang sholat. Syaitan mengingatkannya bukan
karena sayang kepadanya akan tetapi untuk merusak ibadahnya sehingga
sholatnya hanyalah tinggal bentuk saja tanpa ada ruhnya" (As-Syarhul
Mumti' 3/351-353)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar