Selasa, 15 Maret 2011

Trik Bijak Agar Anak Berani Berpendapat


Umumnya anak usia SD sudah bisa mengemukakan pendapat. Tetapi, kenapa ya anak Anda tidak seperti itu? Ia bahkan cenderung pasif dan diam saat di dalam kelas.
Memang, ada juga anak yang masih mengalami kesulitan mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya. Cirinya, saat diminta berkomentar tentang sesuatu, ada anak yang terbata-bata, bahkan tak bisa mengeluarkan kata-kata sama sekali. Kita sebaiknya tak keburu mencap anak tidak cerdas sebab ada beberapa hal yang memengaruhinya, seperti:
1. Sifat introvert. Anak berkarakter pendiam cenderung jarang bicara. Meski terbilang wajar, kita perlu merangsang anak untuk berani mengemukakan pendapat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memberi pertanyaan terbuka. Misalnya, "Menurutmu kita lebih asyik pergi ke mal atau tempat berenang, ya?" Anak biasanya akan menjawab berdasarkan alasan yang dimilikinya. Saat awal merangsang keberanian anak kita lakukan berdua saja dan minta anak untuk tidak takut bertanya. Selanjutnya bisa bersama kakak atau adik, hingga di sekolah.
2. Sulit bicara. Pada kasus gagap atau cadel, anak yang kerap diledek teman-temannya lama-kelamaan malu berbicara dan akhirnya ia menjadi sulit mengemukakan pendapat. Karena itu, beri motivasi kepada anak untuk percaya diri dan jangan pedulikan olokan orang-orang. Jika rasa percaya dirinya tumbuh dengan baik, ia pun akan mudah memberikan pendapat.
3. Memikirkan akibat. Mungkin anak berpikir, jika ia memberikan pendapat, ia akan mengalami dampak yang tidak mengenakkan. Seperti, jika ia mengemukakan pendapat, guru akan mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan berikut, sementara anak belum siap. Wajar jika anak enggan berpendapat. Yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan anak argumen dan data yang baik sehingga ketika ditanya kembali bisa menjawabnya.
4. Adaptasi lebih lama. Mungkin anak butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi di lingkungan baru. Ia kerap malu jika diminta pendapatnya. Tak perlu khawatir, hal ini akan berangsur hilang seiring anak bisa beradaptasi.
5. Kurang stimulasi. Mungkin di rumah atau sekolah anak tidak terstimulasi dengan baik sehingga ia kerap takut, malu-malu, ragu, untuk berpendapat. Biasanya terjadi pada anak yang mengalami pola asuh otoriter, semua yang sudah ditetapkan oleh orangtua tidak boleh dibantah dan orangtua memberlakukan aturan rumah yang sangat kaku. Bisa juga pendidikan formal di sekolahnya masih menganut sistem konvensional di mana anak hanya diam dan duduk manis kala guru sedang menerangkan.
Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Hasilnya, Anda akan memiliki anak yang peka terhadap lingkungannya dan memiliki jiwa kepemimpinan. Memang hal itu tidak semudah membalikan telapak tangan.

Psikolog dan pemerhati anak, Rose Mini mengatakan, untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak harus distimulasi sesering mungkin, salah satunya dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Namun, orang tua tetap harus hati-hati dan teliti dengan apa yang menjadi keinginan anak.
Untuk beberapa masalah anak bisa dilibatkan untuk dimintai pendapatnya. Namun tidak semua pendapat anak harus dituruti. Apalagi jika berhubungan dengan kebutuhan orang lain.
Seorang anak masih memiliki keterbatasan dalam mengolah informasi. Mereka masih berpikir pra-operasional dan bersifat egosentris. Jadi, terkadang pendapat yang mereka utarakan adalah sesuatu yang dilihat dari sudut pandangnya sendiri.
"Yang dikatakan olah anak belum tentu tepat. Terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan orang lain. Jadi ga bisa selalu dituruti," ungkap psikolog yang akrab di sapa Romi itu.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menstimulasi anak mengeluarkan pendapat dengan baik adalah mengikutsertakan anak pada sebuah forum diskusi. Seperti Kidzania Congrezz yang diadakan Kidzania Jakarta, dikatakan Romi, bisa menjadi wadah yang tepat untuk melatih anak mengungkapkan pendapatnya. Selain itu juga, anak dapat berdebat dengan baik, melatih berpikir kritis dan memiliki jiwa kepemimpinan lainnya.
"Melibatkan anak pada forum diskusi akan memberikan dapak positif. Anak dapat berkomunikasi dengan baik pada orang-orang, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah atau problem solving, memiliki rasa empati dan peduli pada lingkungan serta memiliki kemmapuan menganalisa kebutuhan sekitarnya," papar Romi.
Orang tua juga dapat melakukannya di lingkungan rumah. Misalnya dengan mendiskusikan tanggung jawab anak dalam pekerjaan rumah tangga. Seorang kakak dapat diminta sebagai panutan untuk adiknya. Dengan diberikan kepercayaan seperti itu, anak yang lebih tua dapat menyampaikan pendapat tentang cara mengasuh adik, memberi aturan termasuk kewajibannya. Sementara si adik dapat mengungkapkan pendapatnya mengenai aturan-aturan yang dibuat oleh sang kakak.
Ketika berdiskusi dengan anak, Romi menyarankan untuk menggunakan kata-kata yang bijak agar anak merasa dihargai. Jika ada sesuatu yang keliru dengan pendapat anak, kemukakan oleh orang tua agar anak belajar menghargai orang lain. Sampaikan alasan, keberatan, manfaat serta kerugian yang anak dapat dengan pendapatnya.
"Rasa empati yang dimiliki seorang pemimpin dapat dilatih dengan membiasakan mengemukakan pendapat orang tua dengan kata-kata yang bijak. Dengan begitu anak juga dapat melatih kepekaan dirinya sehingga dapat peduli dengan lingkungannya," ungkap Romi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua tentang hak berpendapat anak, sesuai dengan Convention on the Rights of Childern pasal 12 ayat 1 antara lain:
Ciptakan suasana demokratis. Pembicaraan ringan dapat Anda ciptakan saat santai. Untuk hal ini hilangkan kesan otoriter orang tua. Dengarkan saat anak bicara. Jangan pernah memotong pembicaraan anak, apalagi mengabaikannya, karena anak mudah meniru apa yang orang tua lakukan. Hargai anak agar mereka juga dapat menghargai orang lain.
Gunakan bahasa yang mudah dimengerti. Kemampuan anak dalam menangkap pesan yang disampaikan tidak secepat orang dewasa, selain itu juga pembendaharaan kata mereka masih sedikit. Untuk itu gunakanlah bahasa yang mudah dipahami anak. Luruskan jika ada pendapatnya yang tidak benar. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting. Tidak semua anak mengerti dan mengetahui bahwa apa yang disampaikannya itu adalah benar. Ajarkan sikap sportif. Anak harus belajar menghargai pendapat orang lain dan menerima pendapat orang lain yang lebih baik.
Setiap anak memiliki kesempatan mengungkapkan pendapatnya dan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin. Namun yang perlu diingat adalah bagaimana cara orang tua untuk dapat menstimulasi anak. Menghadapkan anak dengan berbagai persoalan hidup dapat melatih anak untuk mampu menjadi pemimpin baik yang dapat mengatur lingkungan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. (fn/km/rp) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar